Angka Kematian
Ibu (AKI)
Dr. Rosalina Kumalawati S.Si, M.Si
Disusun Oleh
-
SILVIA WARDANI A1A513234
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
BANJARMASIN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Angka kematian ibu
(AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan
masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan
negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per 100.000 kelahiran
hidup, Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup, danSingapura 6 per 100.000
kelahiran hidup (BPS, 2003). Berdasarkan SDKI 2007 Indonesia telah berhasil
menurunkan Angka Kematian Ibu dari 390/100.000 kelahiran hidup (1992) menjadi
334/100.000 kelahiran hidup (1997). Selanjutnya turun menjadi 228/100.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2008).
Angka
Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat dan
ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). AKI
Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDG yang ditetapkan
yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Kematian ibu akibat
kehamilan, persalinan dan nifas sebenarnya sudah banyak dikupas dan dibahas
penyebab serta langkah‐langkah
untuk mengatasinya. Meski demikian tampaknya berbagai upaya yang sudah
dilakukan pemerintah masih belum mampu mempercepat penurunan AKI seperti
diharapkan. Pada Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan hasil perhitungan AKI
menurut SDKI 2012 yang menunjukkan peningkatan (dari 228 per 100 000 kelahiran
hidup menjadi 359 per 100 000 kelahiran hidup). Diskusi sudah banyak dilakukan
dalam rangka membahas mengenai sulitnya menghitung AKI dan sulitnya
menginterpretasi data AKI yang berbeda‐beda
dan fluktuasinya kadang drastis (AbouZahr, 2010; AbouZahr, 2011).
Harus
diakui bahwa menduga dan menghasilkan AKI secara presisi merupakan tugas yang
sulit dilakukan. Apalagi ketika sistem registrasi dan pendataan statistik vital
masih belum memadai seperti di Indonesia. Berbagai teknik perhitungan AKI mengandung
beberapa kelemahan mendasar terutama menyangkut perkiraan angka numerator yang
dapat menyebabkan perbedaan AKI cukup besar, sedangkan perbedaan denominator
menghasilkan perbedaan Aki yang tidak terlalu signifikan (Riffe, 2010).
Beberapa ahli menganjurkan untuk menggunakan angka kematian ibu absolut sebagai
ukuran yang lebih bermakna dan dapat menggugah para pengambil kebijakan
(Trisnantoro dan Zaenab, 2013).
Penyebab
kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obstetri langsung
yaitu perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24 %, infeksi 11%, sedangkan
penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5 % dan lain–lain 11 % (WHO,
2007).
Upaya
percepatan penurunan angka kematian ibu telah banyak dilakukan, antara lain
melalui peningkatan aksessibilitas serta kualitas pelayanan. Upaya peningkatan
aksessibilitas pelayanan kesehatan dilakukan dengan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat melalui paket penempatan tenaga bidan dan polindes
di berbagai pelosok pedesaan serta tenaga dokter di daerah terpencil atau
sangat terpencil. Sedangkan dari aspek kualitas pelayanan, dilakukan melalui
upaya peningkatan kemampuan/kompetensi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan (PONED/PONEK), serta berbagai program intervensi lain
(Kemenkes RI, 2008).
1.2.Rumusan
Masalah
a.
Apa yang
dimaksud dengan angka kematian ibu (AKI)?
b.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi angka kematian ibu (AKI)?
c.
Bagaimana cara
menekan angka kematian ibu (AKI)?
1.3.Tujuan
Penulisan
a.
Agar mengetahui
apa yang dimaksud dengan AKI atau angka kematian ibu.
b.
Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian ibu.
c.
Dan mengetahui
cara yang cukup baik untuk menekan angka kematian ibu (AKI)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Angka
Kematian Ibu (AKI)
Kematian ibu
adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil, persalinan,dan dalam 90 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, tanpa memeperhitungkan tuanya
kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan
(WHO).Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan padasaat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamadan
tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya
atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiranhidup.
Kematian ibu
adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42
hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat
persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain sepertikecelakaan,
terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
2.2. Perhitungan AKI (Angka Kematian Ibu)
Kemudian kematian ibu dapat diubah
menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 1000 kelahiran hidup, dengan
membagi angka kematian denganangka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh
rasio kematian ibu kematianmaternal per 1000kelahiran
Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya
kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari
setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.Jumlah
kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup padatahun tertentu, di
daerah tertentu.Konstanta =1000 bayi lahir hidup.
2.3. Faktor Yang
Mempengaruhi Angka Kematian Ibu
Ada beberapa pendapat mengenai faktor yang sangat
mempengaruhi angka kematian ibu (AKI) di Indonesia diantaranya,
a.
Menurut Qomaria
Alwi, 2009. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya angka
kematian ibu (AKI)
-
Kesadaran
penduduk kurang dalam memanfaatkan karu Gakin, mereka yang memegang kartu Gakin
sering datang berulang-ulang ke Puskesmas meskipun tidak sakit atau obat
sebelumnya belum habis.
-
Kesadaran
ibu-ibu untuk periksa hamis kurang karena mereka datang tidak secara khusus
tetapi sambil berobat penyakit lain misalnya flu, panas, dan diare. Keyakinan
ibu-ibu terhadap dukun atau mantri di desanya masih tinggi terutama untuk
postnatal, ibu-ibu selalu ke dukun dan menggukan kotoran kambing untuk tali
pusat bayi.
-
Bidan menyatakan
rasa putus asa untuk meneruskan rasa putus asa untuk menereuskan status PTT
karena tidak ada harapan peningkatan kesejahteraan, kemudian membuka praktek
swasta karena izin praktek swasta dipermudah dengan adanya pemutihan. Tarif
persalinan dikenakan memang masih itnggi dari dukun dan non bidan dengan alasan
mereka mengikuti pendidikan/pelatihan khusus tentang kebidanan dan membayar
untuk itu.
b.
Menurut Ahmad Syafiq,
2003. Membaginya dalam beberapa kategori, yaitu
- Tingkat pendidikan
angka mempengaruhi tingkat kematian ibu. Berikut penjelasannya.
Pendidikan
|
AKI1
|
AKI2
|
Persentase WUS Tamat SD
|
0,316*
|
0,163
|
Persentase WUS Tamat SMP
|
0,635**
|
0,460
|
Persentase WUS Tamat SMA
|
-0,368*
|
-0,168**
|
Persentase WUS Tamat Akademi
|
-0,351*
|
-0,136
|
Persentase WUS Tamat Universitas
|
-0,434**
|
-0,416**
|
Dari tabel di atas dapat dimaknai bahwa sampai
tingkat pendidikan tamat SMP, korelasi masih bernilai positif (hubungan lurus)
artinya semakin tinggi persentase pendidikannya maka semakin tinggi pula AKI‐nya. Namun, dua data set AKI menunjukkan bahwa
korelasi bernilai negatif (hubungan terbalik) mulai pendidikan tamat SMA ke
atas. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa batas pendidikan yang membawa
pengaruh terhadap AKI adalah tamat SMA ke atas.
-
Tingkat Ekonomi
Status Ekonomi
|
AKI 1
|
AKI 2
|
Kepemilikan Rumah
|
-0,003
|
0,058
|
Kepemilikan Tabungan
|
-0,253
|
-0026
|
Tampak bahwa kedua variabel proksi dari status
ekonomi yang dipilih dalam tinjauan ini tidak cukup peka untuk dapat memiliki
korelasi yang signifikan dengan AKI absolut. Kepemilikan tabungan mungkin
merupakan indikator status ekonomi yang lebih baik dibandingkan kepemilikan
rumah.
c.
Menurut Nurul
Aeni ada 3 faktor yang mempengaruhi tingka kematian ibu (AKI), yaitu
-
Penyakit
Jantung.
Penyakit jantung
kebanyakan diderita para ibu disebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat.
-
Eklampsia
Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu,
yaitu 13 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12
persen) 10 .Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses
terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian
ibu karena eklampsia.
-
Pendarahan
Pendarahan ini terjadi
ketika sang ibu melahirkan bayinya. Seperti yang di katakan Ahmad Syafiq, bahwa
tingkat pendidikan juga mempengaruhi dalam proses persalinan sehingga dapat
mencegah terjadinya pendarahan ketika proses persalinan
d.
Menurut Cynthia
Lina 2013. Ada beberapa macam penyebab utama AKI, yaitu
1.
Penyebab
Langsung
-
Faktor
reproduksi
a)
Usia
Dalam kurun reproduksi
sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30
tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20
tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi
pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali setelah usia 30-35
tahun.
b)
Paritas
Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut pandang kematian maternal. Paritas 1
dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko
pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
c)
Komplikasi
Obstetri
Penyebab kematian ibu. adalah perdarahan, eklampsia
atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama,
komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak biasa
diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen
kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena
perdarahan post partum, retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini
mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan
pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.
2.
Penyebab
Tidak Langsung
Risiko kematian ibu dapat
diperparah oleh adanya anemia dan penyakit menular seperti malaria,
tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi
anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas
45 persen.
Anemia pada ibu hamil mempuyai
dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko
keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering
menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi
adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur
(WUS) menderita KEK.
Tingkat sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi
juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan
ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlambat).
Yang pertama adalah terlambat
deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam
mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal.
Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan
sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang
memadai di tempat rujukan.
Pelayanan kesehatan merupakan
tantangan berikutnya yang perlu ditangani. Termasuk di dalamnya adalah kualitas
pelayanan yang disediakan oleh pemerintah dan swasta serta penanganan
disparitas akses pada kelompok rentan dan miskin. Data terbaru menunjukkan
bahwa jumlah bidan di desa (BDD) yang menyediakan pelayanan bagi kelompok
rentan dan miskin telah menurun.
2.4. Upaya untuk Menekan Angka
Kematian Ibu
Menurut Cynthia Lina, 2013. Ada beberapa upaya untuk
menekan angka kematian pada ibu, diantaranya adalah
a. Upaya penanggulangan AKI saat ini :
1. Dibentuknya AMP di puskesmas
Audit Maternal
Perinatal (AMP) menurut Departemen Kesehatan adalah suatu kegiatan untuk
menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan tujuan
mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang. AMP merupakan suatu
investigasi kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi di seputar
kematian maternal dan perinatal/neonatal baik yang ditangani di fasilitas
kesehatan termasuk bidan di desa atau bidan praktek swasta secara mandiri,
maupun di rumah.
Dari kegiatan
ini dapat ditentukan
·
Sebab dan
faktor-faktor terkait dalam kesakitan / kematian ibu dan perinatal
·
Tempat dan
alasan berbagi sistem dan program gagal dalam mencegah kematian
·
Jenis
intervensi yang dibutuhkan
2. PONED
Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah pelayanan untuk menanggulangi
kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang terjadi pada ibu hamil, ibu
bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan komplikasi obstetri yang mengancam
jiwa ibu maupun janinnya. PONED merupakan upaya pemerintah dalam menanggulangi
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yang masih
tinggi dibandingkan di Negara-negara Asean lainnya.
Pelayanan
obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan pelayanan bagi ibu
dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.
Puskesmas
PONED adalah puskesmas yang memiliki
fasilitas dan kemampuan memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal selama 24 jam. Sebuah Puskesmas PONED
harus memenuhi standar yang meliputi standar administrasi dan manajemen,
fasilitas bangunan atau ruangan, peralatan dan obat-obatan, tenaga kesehatan
dan fasilitas penunjang lain. Puskesmas PONED juga harus mampu memberikan
pelayanan yang meliputi penanganan preeklampsi, eklampsi, perdarahan, sepsis,
sepsis neonatorum, asfiksia, kejang, ikterus, hipoglikemia, hipotermi, tetanus
neonatorum, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), sindroma gangguan
pernapasan dan kelainan kongenital.
Alur
pelayanan puskesmas PONED, setiap kasus emergensi yang datang di setiap puskesmas
mampu PONED harus langsung ditangani, setelah itu baru melakukan pengurusan
administrasi (pendaftaran, pembayaran alur pasien). Pelayanan yang diberikan
harus mengikuti Prosedur Tetap (PROTAP).
-
Pelayanan
yang Diberikan Puskesmas PONED :
Puskesmas
PONED harus memiliki tenaga kesehatan yang telah dilatih PONED yaitu TIM PONED
(Dokter dan 2 Paramedis). Pelayanan yang dapat diberikan puskesmas PONED yaitu
pelayanan dalam menangani kegawatdaruratan ibu dan bayi meliputi kemampuan
untuk menangani dan merujuk:
·
Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia)
·
Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada
Pertolongan Persalinan
·
Perdarahan post partum
·
infeksi nifas
·
BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus,
Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi
·
Asfiksia pada bayi
3.
GSI
Gerakan
Sayang Ibu (GSI) merupakan upaya untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dan
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi dan
merupakan gerakan masyarakat bekerja sama dengan pemerintah. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan GSI adalah suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat
bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kualitas hidup
perempuan (sebagai sumber daya manusia) melalui berbagai kegiatan yang
mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil,
melahirkan, dan nifas, serta kematian bayi.
GSI
yang kegiatannya ditunjang oleh Tim Pokja dan Tim Satgas GSI diarahkan agar
mampu mendorong masyarakat untuk berperan aktif dan mengembangkan potensinya
dengan melahirkan ide-ide kreatif dalam melaksanakan GSI di daerahnya.
Kegiatan-kegiatanya antara lain:
a)
Melaksanakan pendataan ibu hamil, memberikan
kode-kode terten tu untuk memberi tanda bagi ibu hamil beresiko tinggi (tanda
biru), untuk yang normal diberi tanda kuning. Ini pertama kali dikembangkan di
Sumatera Selatan, lalu dikembangkan di daerah lain.
b)
Melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi,
Informasi, Edukasi), melalui pengajian dan penyuluhan bagi calon pengantin,
bisa juga dikembangkan dalam bentuk nyanyian, tarian, operet, puisi sayang ibu.
Hendaknya juga didukung oleh para Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB),
Petugas Depag, Dinas Kesehatan dan sebagainya.
c)
Menyediakan Pondok Sayang Ibu. Ide ini pertama
kali dicetuskan di Lampung.
d)
Menggalang Dana Bersalin (Arlin) dari masyarakat
sebagai bentuk kepedulian.
e)
Menggalang sumbangan donor darah untuk membantu
persalinan.
f)
Menyediakan Ambulans Desa, bisa berupa becak,
mobil roda empat milik warga yang dipinjamkan.
4. Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)
Pemerintah telah melakukan upaya penurunan jumlah kematian
ibu dan bayi dengan meningkatkan cakupan maupun kualitas pelayanan. Peningkatan
kemampuan tenaga kesehatan pada Puskesmas Rawat Inap dengan PONED di wujudkan
untuk menanggulangi
permasalahan dan kondisi kematian ibu dengan “penyebab langsung.”
Sedangkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
diharapkan mampu menyelesaikan masalah atau kondisi ”tidak langsung”
yang menyebabkan ibu dan bayi meninggal.
Kementerian
Kesehatan RI telah meluncurkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) dengan stiker yang telah terbukti mampu meningkatkan
secara signifikan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan Buku
KIA sebagai informasi dan pencatatan keluarga yang mampu meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan ibu, bayi, dan balita. Dengan tercatatnya ibu
hamil secara tepat dan akurat serta dipantau secara intensif oleh tenaga
kesehatan dan kader di wilayah tersebut, maka setiap kehamilan sampai
persalinan dan nifas diharapkan dapat berjalan dengan aman dan selamat.
Manfaat
dari P4K adalah meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
hamil, ibu bersalin. Ibu nifas dan bayi baru lahir melalui peningkatan peran
aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan
persiapan menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan dan bayi baru lahir
bagi ibu sehingga melahirkan bayi yang sehat. Dengan sasaran semua ibu hamil
yang ada di wilayah tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa kematian ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor
ekonomi, pendidikan dan juga pengetahuan ibu akan pentingnya pemeriksaan janin
selama masa mengandung.
Pengetahuan
pemeriksaan janin ini berkaitan dengan tingkat pendidikan yang di peroleh ibu,
jika semakin tinggi tingka pendidikan seorang ibu, maka akan semakin tinggi
pula tingkat kepedulian ibu mengenai pemeriksaan bayi ata janin kepuskesmas.
Berdasarkan tingkat ekonomi, semakin
rendah tingkat ekonomi sang ibu, maka akan semakin jarang ibu memeriksakan
bayinya. Sang ibu akan merasa jika pemeriksaan janinnya akan lebih murah jika
di periksakan ke dukun kampung tanpa mengerti pentingnya penanganan medis
sebelum proses persalinan.
3.2. Saran
a. Bagi Masyarakat
1.
Masyarakat diharapkan lebih proaktif dalam
membantu pelaksanaan pendataan deteksi dini terhadap ibu hamil yang mengalami
faktor resiko tinggi dan komplikasi dalam kehamilan.
2.
Masyarakat diharapkan dengan cepat melaporkan
kasus kematian maternal dan neonatal yang ada di sekitarnya kepada petugas.
b. Bagi
Dinas Kesehatan
1. Memberikan
pemahaman mengenai pentingnya kelengkapan data mengenai ibu hamil yang
mengalami komplikasi, faktor resti serta terdatanya angka kematian ibu.
Termasuk penyegaran tentang cara pengisian kartu skor Poedji Rochyati, formulir
autopsi verbal, dan formulir lainnya kepada
petugas KIA di Puskesmas Kampus.
DAFTAR PUSTAKA
Qomariah Alwi.
2009. Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kematian Ibu. Media Litbang.
Ahmad Syafiq.
2003. Angka Kematian Ibu Dan Pendidikan Perempuan. Fakultas Kesahatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Nurul Aeni.
Faktor Risiko Kematian Ibu. Kantor Penelitian Dan Pengembangan Kabupaten Pati.
Cynthia
Lina.2013. Faktor Yang Mempengaruhi Aki. Fakultas Kedokteran. Universitas Sriwijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar